Serial Kajian Tokoh Nusantara pada hari Jumat, 18 Juni 2021, Laboratorium Filsafat Nusantara (LAFINUS) UGM menghadirkan Prof. Dr. Aholiab Watloly (Guru Besar Universitas Pattimura), Dr. Andi M Akhmar (WD II FIB Universitas Hassanudin), dan Dr. Heri Santoso (Ka Lafinus UGM) mengangkat tema, “Filosofi Sultan Hasanuddin Dan Kapitan Pattimura Dan Relevansinya Bagi Pengembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia”. Webinar yang diberi pengantar oleh Dr. Arqom Kuswanjono, Dekan Fakultas Filsafat UGM dan dipandu oleh Dela Khoirul Ainia, S.Fil ini dihadiri 50an peserta dari seluruh Indonesia, baik dosen, mahasiswa, dan umum. Beberapa informasi dan gagasan segar muncul dalam diskusi ini. Adapun liputannya sebagai berikut.
Jiwa Merdeka Para Tokoh Nusantara
Dr. Arqom Kuswanjono, Dekan Filsafat UGM, mengawali pengantarnya dengan pertanyaan kritis reflektif, yaitu mengapa pada era awal kemerdekaan, perguruan tinggi yang didirikan oleh Negara banyak mengambil nama-nama pahlawan dan tokoh-tokoh nusantara seperti Gadjah Mada, Airlangga, Diponegoro, Hassanuddin, Pattimura dll. Arqom berpendapat bahwa di balik pemilihan nama ini ada pelajaran penting yang dapat dipetik dalam konteks kekinian, yaitu tokoh-tokoh yang dipilih adalah pahlawan yang nasionalis dan telah berjiwa merdeka. “Seorang pahlawan tidak mungkin kalau tidak memiliki jiwa merdeka. Dia sudah selesai dengan dirinya sendiri, dia tidak mementingkan diri sendiri, dia lebih mementingkan orang lain dan masyarakatnya. Hal ini memberi inspirasi, bahwa seorang yang masuk perguruan tinggi idealnya berjiwa merdeka. Karena tanpa jiwa merdeka, bagaimana mungkin kita bisa mengembangkan ilmu pengetahuan.”
Filosofi Sultan Hassanuddin
Dr. Andi M. Akhmar, Dosen FIB Universitas Hassanuddin, menunjukkan Sultan Hassanudin dikenal memiliki sikap ksatria, kepahlawanan, dan pantang menyerahnya, bahkan Belanda memberi julukan sebagai Ayam Jago dari Timur. Selain, sikap dan filosofi hidup tersebut, Akhmar menunjukkan bahwa ada salah satu ajaran filsafat hidup yang menarik dari Sultan Hasanuddin adalah falsafah maritimnya, yang terkenal dengan jargon “Takunjunga’ bangung turu’, nakugunciri’ gulingku, kualleangnga tallanga natoalia!” (Layarku telah kukembangkan. Kemudiku telah kupasang. Kupilih tenggelam daripada melangkah surut!) Filosofi ini menurut Akhmar, masih sangat relevan dengan dunia pendidikan dewasa ini. Menempuh pendidikan itu ibarat melakukan pelayaran (maritim); diawali dengan pertimbangan dan perhitungan yang matang; memulai dengan satu tekad (dengan azas siri dan pacce); menjalani dengan cermat, penuh kesabaran, kerja keras, dan berdoa kepada sang Pencipta.
Inti ajaran dan semangat Sultan Hassanuddin ini diabadikan oleh Universitas Hassanuddin dalam berbagai wujud identitas, yang dimuat di dalam Statuta, meliputi nama, visi, tata nilai, Lambang, bendera, himne, mars, bahkan jaket almamater. Akhmar menunjukkan sikap hidup dan filosofi Sultan Hassanuddin sedikit banyak berpengaruh terhadap konsep tata nilai yang dikebangkan UNHAS yaitu integritas, inovatif, katalitas dan arif. Lebih lanjut Akhmar menunjukkan bahwa lambang Unhas, pada bagian paling atas digambarkan ayam jantan sebagai simbolisasi dari Sultan Hassanuddin, warna jaket alamamater UNHAS yang menggunakan warna merah sesungguhnya itu merujuk kepada simbol warna kerajaan Goa.
Filosofi Pattimura
Menurut Prof. Aholiab Watloly (Yapi), Pattimura merupakan sosok manusia kosmos yang sarat nilai, karena bagi masyarakat Maluku, Pattimura adalah: (1) Manusia prototype, artinya contoh manusia Maluku yang baku/ideal; (2) Manusia Biokultural (Manusia mono dualis-mono pluralis/Manusia SiwaLima; (3) Tipe manusia berbudaya kepulauan yg unggul (bernyali tinggi, pemberani, gesit, lincah); (4) Manusia Stereotipe (sifat tertuju pd diri kelompok, mengagungkan diri kemanusiaan kelompok sebagai manusia orang basudara dan menggunggulkan keunggulan budaya hidup orang basudara sebagai kategori yang khas; (5) Tipe Manusia yang cakap mengatur Pendidikan
Pattimura, menurut Prof Yapi, juga merupakan Manusia Kabaresi yang kokoh di medan laga. Pattimura adalah manusia pemberani; Manusia yang tidak kompromi dengan penjajah; Manusia ideal yang pintar dan cakap mengatur strategi perang; Manusia cakap memimpin rakyat dalam melakukan perlawanan; Manusia cakap mengatur strategi dengan membangun benteng-benteng pertahanan; Manusia cakap membangun manajemen peperangandengan mengkoordinir Raja-raja melakukan peperangan, di pulau Saparua, Ambon, Seram, dan pulau lain; Manusia cakap membangun manajemen pemerintahan dengan mengkoordinir raja-raja dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan.
Prof Yapi menunjukkan ada kata-kata Pattimura yang sangat terkenal dan menunjukkan sarat muatan filosofis, yaitu “BETA mau bilang dong samua (saya ingin katakan kepada Kamu sekalian), Beta adalah BERINGIN BESAR dan setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya. Beta Bilang dong samua; BETA adalah BATU BESAR dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan menggantinya.” Prof Yapi menjelaskan makna kata-kata filosofis Pattimura di atas sebagai berikut:
- Saya Beringin Besar. Beringin merupakan pohon yang melambangkan kebesaran hati dan jiwa Manusia Nunusaku (Nunue =beringin dan Saku = air). Pohon beringin yang mengalir membentuk 3 batang air;
- Beringin besar akan tumbang, tapi beringin-beringin muda akan tumbuh (ratusan dan ribuan generasi Pattimura muda akan tumbuh)
- Saya adalah batu besar. Batu besar merupakan simbol material adat Maluku dengan nilai-nilai luhur yang kokoh, tidak mudah hancur, atau kalah (batu pamali, batu teung, batu, batu dasar). Batu sebagai simbol manusia adat yang kokoh dan pemberani.
- Setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan menggantinya. Kata-kata ini menunjukkan jiwa patriotism yang tidak mudah hancur dan kalah
- Pattimura-patttimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak pattimura muda akan bangkit. Ini merupakan ungkapan yang optimistik dan futuristik.
Jiwa, semangat dan ajaran luhur Pattimura tersebut, diabadikan oleh Bung Karno untuk dijadikan nama Universitas yaitu Universitas Pattimura yang diresmikan 23 April 1963. Pada perkembangannya dewasa ini jiwa, semangat dan ajaran luhur Pattimura tersebut diabadikan ke dalam Visi, Motto, dan Lambang Unpatti.
Filosofi Tersembunyi
Pembahas ketiga, Dr. Heri Santoso, Kepala Lafinus UGM menunjukkan beberapa poin penting, antara lain: Sultan Hassanuddin dan Pattimura, tokoh historis & inspiratif. Mereka berjiwa merdeka, kaya nilai keteladanan. Usia amalnya melampaui usia biologis dan geografisnya. Pikiran dan jiwanya melampaui jaman-nya. Sikap dan filosofi hidupnya masih relevan hingga saat ini, termasuk memberi inspirasi bagi pengembangan PT yang biasanya diabadikan dan dikebangkan di dalam Statuta/dasar hukum PT, Visi, Misi, tata nilai, nama, lambang, bendera, himne, kawasan kampus dll, Kebijakan PT, Budaya & Manajemen Organisasi PT, Kurikulum: penerimaan mahasiswa baru, Mata Kuliah, KKN, dll, pengembangan SDM, pengembangan atmosfir akademik, sarana prasarana, penataan lingkungan pendidikan.
Menanggapi diskusi yang berkembang di masyarakat tentang apakah tokoh-tokoh di atas benar-benar historis ataukan fiktif, Heri berpendapat, mereka benar-benar tokoh historis dan inspiratif, dan lebih baik kita belajar pada tokoh fiktif tetapi inspiratif, daripada kita yang historis, tetapi tidak inspiratif. Hebatnya tokoh-tokoh ini historis, sekaligus inspiratif.
Heri menambahkan bahwa tampaknya ada benang merah mengapa pada periode awal kemerdekaan, perguruan tinggi yang didirikan oleh Pemerintah Republik diberi nama pahala-wan (orang-orang yang banyak pahalanya). Heri Santoso mensinyalir bahwa ada tokoh-tokoh intelektual yang mengkonsep pemberian nama-nama Pahlawan sebagai nama PT tersebut. Heri berhipotesis bahwa Bung Karno dan para tokoh pendiri negara inilah konseptornya. Mereka ingin mendirikan Universitas yang membangun jiwa merdeka dan berjuang demi kejayaan dan kedauatan bangsa dan negara. Skenarionya, untuk membangun kedaulatan pangan dan pertanian pemerintah mendirikan IPB, untuk membangun kedaulatan teknik dibangun ITB, untuk membangun kedaulatan pendidikan dan kebudayaan dibangun UGM, untuk membangun kedaulatan kesehatan dibangun Unair, untuk membangun kedaulatan maritim dibangun UNHAS, dan untuk membangun oceanology, dibangun Unpatti.
Heri menutup presentasinya dengan ajakan, sudah waktunya perguruan tinggi-perguruan tinggi yang didirikan oleh para pendiri negara ini bersatu dan berkolaborasi, tidak larut dalam permainan kompetisi internal. Kitorang basudara, sesama perguruan tinggi negeri bersaudara sudah seharusnya berkolaborasi mencerdaskan kehidupan bangsa demi kejayaan nusantara, kejayaan Indonesia. (HS/KP/DK)